English: Rawa, yang ditaksir berusia sekitar 5 atau 6 tahun ini, tiba-tiba muncul saat hujan mulai turun. Boat yang kami tumpangi subuh itu merapat ke dermaga Camp Tangui. Jeti sepanjang kurang lebih 300 meter menghubungkan dermaga dengan camp, tempat para ranger tinggal.

Usai sarapan, sesuai jadwal, saya dan tiga orang rekan melakukan tracking menuju ke lokasi feeding orang utan. Alvin, guide kami, menuntun menyusuri hutan. Lalu kami menghabiskan shutter merekam aktivitas orang utan baik yang sedang direhabilitasi maupun yang liar. Seekor orang utan yang diberi nama Steven berusia 12 tahun sempat menggagetkan kami karena muncul dari arah belakang, saat kami sedang asyik-asyiknya memotret sekeluarga orang utan lainnya.

Merasa cukup di lokasi feeding, kami kemudian menyusuri hutan sembari balik ke boat. Berbagai penghuni hutan lainnya tak luput dari rekaman kamera. Tiba di boat hujan turun. Tubuh yang berkeringat disambut handuk basah yang direndam air es, sungguh kelegaan yang luar biasa.

Sedang asyik-asyiknya menyeruput kopi dan menonton crew kapal memancing ikan di sungai Sekonyer, tiba-tiba sesosok terlihat berjalan dari ujung jeti. Saya langsung menyambar camera yang sudah beristirahat.

"Itu Rawa", ujar crew kapal yang mengenali para orang utan ini, karena sering membawa tamu. Ibu yang menjadi koki di kapal juga ikut senang. Sudah dua tahun dia tidak melihat lagi suasana di kawasan Tanjung Puting. Sebabnya karena pandemi. Sebelumnya saban hari sebanyak 80 kapal kelotok keluar masuk sungai Sekonyer mengantarkan tamu.

Kami beruntung, karena datang saat pintu Taman Nasional Tanjung Puting sementara diujicoba dibuka kembali, dengan berbagai pembatasan. Mungkin jika kami datang saat kawasan ini sedang ramai, momen 2 jam bersama Rawa tidak kami dapatkan.